Pembangunan peternakan di Indonesia belum sepenuhnya didasarkan pada potensi
dan ketersediaan sumber daya lokal baik untuk genetik, pakan, maupun teknologi.
Pembangunan yang dilakukan justru mengikuti irama atau keunggulan kompetitif
yang dikembangkan negara-negara maju. Akibatnya ketergantungan peternak pada
teknologi dan bahan-bahan input dari luar negeri terus
meningkat.
“Pembangunan usaha dan industri peternakan Indonesia semestinya dibangun
berdasarkan potensi, kekuatan, dan peluang yang tersedia sekaligus
memperhatikan tantangan, ancaman, dan kelemahan yang ada,” kata Direktur Pusat
Penelitian Biologi LIPI Dr Siti Nurmaliati di Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman
plasma nutfah ternak. Sayangnya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara
optimal untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik. Padahal rumpun ternak asli
Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibandingkan ternak impor.
Salah satunya adalah daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tropis
dengan sifat reproduksi yang baik sebagai akibat seleksi alam yang alami.
Lebih lanjut dikatakan, agar peternakan di Indonesia lebih berdaya saing,
dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik, serta menyejahterakan peternak di
pedesaan, diperlukan upaya-upaya menyinergikan keunggulan komparatif dan
inovasi lokal. Di samping itu pula mengkombinasikan dengan teknologi yang masuk
ke Indonesia.
Direktur Perbibitan Ternak Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian
Pertanian RI Ir Abubakar SE MM menambahkan, pihaknya saat ini tengah berusaha
mendorong pelestarian sumberdaya genetik hewan atau bibit ternak asli Indonesia
melalui pemuliaan plasma nutfah. Usaha pembibitan tersebut disertai dengan
adanya pengembangan sistem informasi, upaya pendidikan dan pelatihan, pembinaan
kelembagaan, serta standarisasi produk peternakan. “Usaha pembibitan saat ini
dilakukan untuk menghasilkan bibit unggul yang kuat, produktif, dan tentunya
berdaya saing,” tuturnya.
jam 15.43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar